Megakarya

02.16 bs 0 Comments

ADA banyak karya besar yang diwarisi dunia yang membuat para penciptanya dikenang sepanjang masa. Ingat Beethoven, Mozart, Bach, yang ketiganya dikenal sebagai komposer jenius yang meninggalkan puluhan atau bahkan ratusan komposisi musik klasik? Juga ada pelukis-pelukis ulung semacam Leonardo Da Vinci, Michel Angelo, Rembrandt, dan lain-lain. Sementara di bidang otomotif ada nama Karl Benz, pencipta Mercedes Benz. Ada juga si jenius di bidang sains yakni Albert Einstein yang dikenang dengan teori Relativitas Waktu-nya.
Dunia juga mengenang nama seorang Adolf Hitler, yang dikenal otoriter, kejam, karena membinasakan jutaan orang Yahudi. Lalu Jack The Ripper, si pembunuh maniak dari Inggris, yang sangat gemar memotong-motong tubuh korbannya.
Sementara di Indonesia, Anda pasti mengenal Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu Indonesia Raya yang sering kita kumandangkan. Dan yang pasti, tidak ada di antara kita yang tidak mengenal Bung Karno, presiden pertama Republik Indonesia dengan ide nasionalisme-agama-komunisme (nasakom-nya) itu. Tetapi yang pasti, Bigman Sirait tidak termasuk di dalamnya, sekalipun yang bersangkutan berharap melalui “Mata Hati”, suatu waktu dia dikenang oleh banyak orang… (mimpi boleh, kan?).
Tetapi tulisan ini tak hendak menulis kisah salah satu dari nama-nama besar di atas, apalagi saya pribadi. Sebab yang disorot dan diungkap “Mata Hati” kali ini adalah mahakarya dari segala karya besar, yaitu karya Yesus Kristus. Mahakarya Kristus yang menebus dosa dan memerdekakan umat manusia dari kuasa maut. Roma 3: 23 mempersaksikan bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan Roma 6: 23 mengatakan; Sebab upah dosa ialah maut; tetapi kasih karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
Kesaksian Alkitab begitu gamblang dalam menggambarkan ketiadaan pengharapan dalam kehidupan manusia. Jalan hidup tak menjanjikan apa pun, sementara ujung hidup hanyalah maut, kematian kekal. Dari gelap, di dalam gelap berujung di kegelapan. Itulah hidup manusia berdosa. Di tengah kegalauan hidup yang tidak hidup, dalam menanti lonceng maut, manusia justru mendengar nyanyian surga bahwa keselamatan telah tiba. Keselamatan di dalam Yesus Kristus, Tuhan dan juru selamat manusia (Fil 2: 6-9, Yoh 3: 16, Mat 1: 21).
Nada hidup kini berubah, orang percaya kini bagaikan alunan musik nan indah. Hidup yang tidak hidup, berubah menjadi hidup yang hidup. Sementara, kematian bukan lagi kegelapan yang menakutkan, melainkan gegap gempita pernikahan anak domba Allah. Kematian adalah sukacita, karena merupakan panggilan hidup yang kekal. Bahkan di dalam hidup, di dunia yang penuh kekacauan, yakni di sini, saat ini, dukacita pun menjadi kebahagiaan. Dukacita karena kebenaran adalah sebuah kehormatan yang tinggi. Karena itu, kebahagiaan menjadi warisan sah setiap orang percaya. Dan, spektakulernya ialah manusia menerima itu secara cuma-cuma, bukan oleh agama, atau pola hidup tertib. Bukan pula hasil sebuah ritual, melainkan semata-mata hanya anugerah Tuhan (sola gratia) – Efesus 2: 8-9.,...read more,.
Ditulis untuk Tabloid Reformata/www.reformata.com